Makalah Paragdima Teknologi Pendidikan 1994
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini
masyarakat sering mengidentikkan Teknologi dan komputer seperti dua sisi
mata uang logam. Namun sesungguhnya kedua istilah ini sangat berbeda. Komputer
adalah salah satu wujud nyata adanya teknologi akan tetapi bukan satu-satunya
bukti. Rumusan mengenai makna teknologi telah banyak dikaji.
Teknologi
dapat ditemukan dimana saja dan tujuan ditemukannya teknologi juga untuk
membantu memecahkan masalah manusia. Dasar filosofi tersebut juga yang
diaplikasikan pada dunia pendidikan hingga muncul terminologi Teknologi
Pendidikan. Penggunaan teknologi pun harus mempertimbangkan norma dan nilai
yang berlaku agar dapat berproses dengan mudah. Teknologi itu pada hakikatnya
adalah bebas nilai, namun telah penggunaanya akan sarat dengan aturan nilai dan
estetika (Miarso, 2009: 194).
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kawasan teknologi pendidikan yang terlihat
dari pengertian Teknologi pendidikan oleh Association for Educational
Communication and Technology (AECT). Karena, rumusan definisi Teknologi
pendidikan tahun 1963, dan 1972 akan mengalami perkembangan menjadi teknologi
pembelajaran pada tahun 1977, dan 1994 dan kemudian kembali lagi kepada
teknologi pendidikan. Dengan berdasar pada rumusan definisi tersebut maka
kawasan teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran pun mengalami
perkembangan.
Dalam paradigma teknologi pendidikan 1994
ada beberapa sub domain yang ada, berdasarkan hal tersebut di atas makalah ini
akan membahas tentang kawasan teknologi pendidikan berdasarkan domain yang ada
dalam paradigma teknologi pendidikan 1994 tersebut yaitu mengenai pemanfaatan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Macam-macam media pembelajaran dalam pemanfaatan paradigma 1994
2. Permasalahan, Pemanfaaatan dan peran teknologi pendidikan dalam media
pembelajaran
3. Implementasi contoh permasalahan dimensi
pemanfaatan dan solusinya
C.
Manfaat dan Tujuan
1.
Untuk memahami dan mengetahui pemanfaatan teknologi pendidikan dalam media
pembelajaran
2.
Memahami dan menelaah macam-macam media
pembelajaran dalam pemanfaatan paradigma 1994
3.
Memahami permasalahan dan
solusi dari paradigma pemanfaatan
BAB II
KAJIAN TEORETIS
Teknologi
pendidikan merupakan kelanjutan perkembangan dari kajian-kajian tentang
penggunaan Audiovisual, dan program belajar dalam penyelenggaraan pendidikan.
Kajian tersebut pada hakekatnya merupakan usaha dalam memecahkan masalah
belajar manusia (human learning). Solusi yang diambil melalui kajian teknologi
pendidikan bahwa pemecahan masalah belajar perlu menggunakan
pendekatan-pendekatan yang tepat dengan banyak memfungsikan pemanfaatan sumber
belajar (learning resources).
Sadiman
(1984) dalam Bambang Wasita (2008 : 11) berpendapat bahwa dalam perkembangan
selanjutnya teknologi Pembelajaran menggunakan tiga prinsip dasar yang perlu
dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan dan pemanfaatannya yakni 1).
Pendekatan sistim (system approach), 2). Berorientasi pada peserta didik
(learner centered, dan 3). Pemanfaatan sumber belajar semaksimal dan bervariasi
mungkin (utilizing learning resources)
Perkembangan kajian teknologi pendidikan menghasilkan berbagai konsep dan
praktek pendidikan yang banyak memanfaatkan media sebagai sumber belajar. Oleh
karena itu, terdapat persepsi bahwa teknologi pendidikan sama dengan media,
padahal kedudukan media berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah dalam
penyampaian informasi atau bahan belajar. Dari segi sistem pendidikan,
kedudukan teknologi pendidikan berfungsi untuk memperkuat pengembangan
kurikulum terutama dalam disain dan pengembangan, serta implementasinya, bahkan
terdapat asumsi bahwa kurikulum berkaitan dengan “what”, sedangkan teknologi
pendidikan mengkaji tentang “how”. Dalam kaitannya dengan pembelajaran,
teknologi pendidikan memperkuat dalam merekayasa berbagai cara dan teknik dari
mulai tahap disain, pengembangan, pemanfaatan berbagai sumber belajar, implementasi,
dan penilaian program dan hasil belajar.
Selama lebih kurang lebih empat puluh
tahun bidang Teknologi pembelajaran secara berkala mengalami proses pengkajian
diri (self-examination) yang dilkukan secara kolektif. Pengkajian itu
menghasilkan berbagai berbagai pernyataan profesional tentang jatidirinya.
Berdasarkan
sejarah perkembangannya, istilah teknologi pendidikan mulai digunakan sejak
tahun 1963, dan secara resmi diikrarkan oleh Association of Educational and
Communication Technology (AECT) sejak tahun 1977, walaupun adakalanya terjadi
overlapping penggunaan istilah tersebut dengan teknologi pembelajaran. Namun,
kedua istilah tersebut masih terus digunakan sesuai dengan pertimbangan
penggunanya. Finn (1965) mengungkapkan bahwa di Inggris dan Kanada lebih lazim
digunakan istilah teknologi pendidikan, sedangkan di Amerika Serikat banyak
digunakan istilah teknologi pembelajaran. Tapi adakalanya kedua istilah
tersebut digunakan secara serempak dalam kegiatan yang sama. Dan akhir-akhir
ini berkembang konsep bahwa teknologi pembelajaran lebih layak digunakan untuk
konteks penyelenggaraan pengajaran.
Sebagai akibat proses pengkajian dan
hasil analisis bersama menghasilkan definisi tahuan 1994.
Definisi baru Tahun 1994 disusun atas
dasar hal-hal yang telah dugunakan sebelumnya, dengan menyepakati apa kesamaan
tentang bidang dan cakupannnya, serta menunjukan bagian mana yang masih
memerlukan riset. Oleh karena itu, difinisi ini bersifatstipulative (kesepakatan)
dengan implikasi programmatic (programatik) yang diharapkan
dapat melayani kebutuhan berkomunuikasi.
Asumsi dasar penyusunan definisi tahun
1994 sebagai berikut:
Teknologi pembelajaran telah berkembang
dari suatu gerakan menjadi suatu bidang dan profesi. Karena profesi menyangkut
pengetahuan yang menjadi landasannya, definisi tahun 1994 harus
menindentifikasi serta menekankan teknologi pembelajaran sebagai sutau bidang
studi mapun praktek, sedangkan definisi tahun 1977 lebih memberikan penekanan
pada peran para praktisi.
Definisi
yang disempurnakan harus mencakup semua wilayah kegiatan kaum ilmuwan maupun
praktisi. Wilayah ini merupakan kawasan bidang garapan. Proses maupun produk
sangatlah penting dalam bidang. Karena keduanya harus tercermin dalam
definisi. Hal-hal kecil yang sulit dimengerti atau di kenali oleh kaum
profesi Teknologi
Secara historis, bidang ini disebut baik
sebagai “Teknologi Pendidikan” maupun “Teknologi Pembelajaran”. Mereka yang
setuju dengan istilah Teknologi Pembelajaran mempunyai dua pendapat. Pertama,
karena kata Pembelajaran lebih sesuai dengan fungsi teknologi. Kedua, karena
kata Pendidikan lebih sesuai untuk hal-hal yang berhubungan dengan sekolah atau
lingkungan pendidikan. Banyak yang beranggapan bahwa istilah “pembelajaran”
tidak hanya mencakup pengertian pendidikan mulai TK hingga SLTA (K-12),
melainkan juga mencakup situasi pelatihan (training). Menurut Knirk dan
Gustafon (1986) kata “pembelajaran” khususnya berkenaan dengan permasalahan
belajar dan mengajar, sedangkan “pendidikan” terlalu luas karena mencakup
segala aspek pendidikan.
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Macam-Macam Media Pembelajaran Dalam
Pemanfaatan Paradigma 1994
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan
proses dan sumber untuk belajar. Kawasan pemanfaatan sering terkena “imbas”
kemajuan teknologi dan kebijakannya. Banyak pihak yang memiliki ide untuk
memanfaatkan apa pun teknologi untuk dunia pendidikan. Padahal, prosedur
pemanfaatan memerlukan rangkaian kegiatan yang panjang, proses yang memerlukan
kerja keras dan kerja sama pihak terkait, guru, pemerintah, pelaksana di
lapangan dan lainnya. Kawasan pemanfaatan meliputi pemanfaatan media, difusi
inovasi, implementasi dan institusionalisasi, dan kebijakan dan regilasi.
a. Pemanfaatan Media
Pemanfaatan media ialah penggunaan yang sistematis dari
sumber untuk belajar. Proses pemanfaatan
media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi
desain pembelajaran, dalam hal ini, urutan, karakteristik peserta didik,
lingkungan belajar merupakan beberapa aspek yang harus diperhatikan.
b. Difusi
Inovasi
Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi
melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan difusi
inovasi ini adalah agar suatu medium dapat diterima dan digunakan dalam
pembelajaran sehari-hari, tanpa ada keterpaksaan dari pihak manapun. Komunikasi
yang mulus menjadi kunci dari suatu difusi, dampaknya adalah perubahan, atau
penerimaan suatu inovasi.
c. Implementasi
dan Pelembagaan
Implementasi adalah
penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya
bukan tersimulasikan. Pelembagaan adalah penggunaan secara rutin dan
pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya
organisasi. Tujuan dari implementasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh
individu dalam oraganisasi. Tujuan dari pelembagaan adalah untuk mengintregasikan
inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi.
d. Kebijakan
dan Regulasi
Kebijakan dan Regulasi adalah aturan dan
tindakan dari masyarakat atau wakilnya yang mempengaruhi difusi atau penyebaran
dan penggunaan teknologi pembelajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya
dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi.
Kecenderungan dan
permasalahan dalam kawasan pemanfaatan umumnya berkisar pada kebijakan dan
peraturan yang mempengaruhi penggunaan, difusi, implementasi dan pelembagaan.
Masalah lain yang berhubungan dengan kawasan ini adalah bagaimana gerakan
restrukturisasi sekolah dapat mempengaruhi penggunaan sumber belajar.
Pertumbuhan yang pesat dari bahan dan sistem berasaskan komputer telah
meningkatkan resiko politik dan ekonomi bagi yang akan mengadakan adopsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan diantaranya adalah; sikap
pembelajar terhadap teknologi, tingkat independensi pembelajar, dan faktor lain
yang dapat menghambat dan mendukung media dan materi pembelajaran dalam konteks
yang lebih luas.
2.
Permasalahan, Pemanfaaatan Dan Peran Teknologi Pendidikan Dalam Media
Pembelajaran
A.
Berbagai
Permasalahan Terkait Dengan Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Berikut dicoba untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait dengan
pengembangan pembelajaran sbb:
1.
Permasalahan
yang terkait dengan penguasaan kompetensi profesi teknologi pendidikan yang
meliputi: melaksanakan analisis dan pengkajian sistem/model teknologi pendidikan,
perancangan sistem/model teknologi pendidikan, produksi media pembelajaran,
penerapan sistem/model dan pemanfaatan media pembelajaran, pengendalian
sistem/model pembelajaran, dan evaluasi penerapan sistem/model dan pemanfaatan
media pembelajaran.
2.
Permasalahan
yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran (guru, kepala sekolah,
pengawas).
a)
Guru,
umumnya masih menghadapi sejumlah masalah pembelajaran berupa penguasaan materi
bidang studi, metode dan media, serta sarana dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan kurikulum.
b)
Kepala
sekolah umumnya masih menghadapi masalah terkait implementasi kurikulum, yang
lebih mengarah pada aspek administrasi dan manajemen.
c)
Sementara
pengawas umumnya juga belum memiliki wawasan yang cukup serta kemampuan yang
memadai tentang kurikulum dan pembelajaran sesuai tugas kepengawasan.
3.
Permasalahan
yang terkait dengan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran baik berupa
media atau alat peraga, lab dirasa belum memadai. Pembelajar (learner)
memerlukan kemasan pembelajaran yang berbasis aneka sumber serta multimedia
pembelajaran
4.
Studi
lanjut ke jenjang yang lebih tinggi termasuk S2 dan S3 nampaknya juga menjadi
harapan baik bagi para pengembang teknologi pendidikan, bahkan para guru dan
tenaga kependidikan lainnya untuk dapat diprogramkan secara sungguh-sungguh
sesuai prinsip linearitas, dengan program beasiswa yang memadai.
B.
Peran
Teknologi Pendidikan Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran
1. Sasaran Program Untuk mencapai
tujuan program menuju prodi teknologi pendidikan
dalam penguasaan teknologi pendidikan untuk meningkatkan profesionalisme serta
jatidiri pengembang teknologi pendidikan, maka sasaran program-program perlu
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a) secara bertahap melakukan
rekonstruksi kurikulum, silabus, dan strategi perkuliahan di prodi teknologi
pendidikan yang berbasis keunggulan dan life skills;
b) Rekonstruksi perkuliahan;
c) Penggunaan textbook yang memadai
dan bervariasi
d) Pemanfaatan jurnal nasional
maupun internasional secara memadai
e) Tugas membaca dan merangkum buku
& artikel jurnal internasional
2. Pengembangan bahan pembelajaran
prodi teknologi pendidikan untuk meningkatkan profesionalitasdan pengembang
teknologi pendidikan.
3. Pengembangan
lab-lab pembelajaran prodi teknologi pendidikan untuk mendukung profesionalisme
dan jatidiri para pengembangan teknologi pendidikan.
4. Pengembangan
perkuliahan di prodi teknologi pendidikan yang mendukung profesionalisme dan
jatidiri para pengembang teknologi pendidikan.
5. Keterlibatan komponen
terkait Untuk keberhasilan upayamenuju
program studi teknologi pendidikan yang mendukung profesionalisme dan jatidiri
para pengembang teknologi pendidikandengan baik, sejumlah komponen perlu
terlibat secara intens dan memberikan peran serta kontribusinya masing-masing
sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitasnya, antara lain:
a) Kepemimpinan dan manajemen yang
berorientasi pada kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika
pasar.
b) Partisipasi seluruh sivitas
akademika (dosen, mahasiswa) dalam bentuk pertukaran ide dan gagasan (shared
vision) serta komitmen bersama (mutual commitment) untuk optimasi kegiatan
pembelajaran.
c) Perlunya penciptaan iklim dan
kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan.
d) Keterlibatan kelompok masyarakat
pemrakarsa (sebagai stakeholders) serta masyarakat pengguna lulusan Prodi
Teknologi Pendidikan.
3.
Implementasi contoh permasalahan dimensi
pemanfaatan dan solusinya
Problematika
pemanfaatan dari media pembelajaran di pendidikan negara maju maupun di negara yang sedang
berkembang jumlahnya mencapai ratusan. Dari sekian banyak kasus penerapan media
teknologi pendidikan 75% terjadi di negara yang sedang berkembang.Salah satu
contoh problematikanya adalah “Kurangnya minat guru untuk memanfaatkan media
pembelajaran”
Dalam memanfaatakan
media pembelajaran banyak sekali permasalahan yang dihadapi. Segala hal yang
bersifat baru pasti terdapat resiko yang harus dihadapi, salah satunya adalah
ada pada pendidik itu sendiri. Banyaknya media(terutama media modern) tidaak
menjamin guru termotivasi untuk menggunakannya. Bahkan semakin berat beban
mental guru karena bisa menggunakanny, di sisi lain guru tidak mencari jalan
keluar. Seperti kurang kreatifnya guru dalammembuat alat peraga atau media
pembelajaran yang ia kembangkan sendiri (jika ia tidak mau menggunakan media
modern yang telah ada). Dan banyak dijumpai masih banyak guru yangmenggunakan
metode ceramah saja dalam pembelajarannya, taka da media lain yang digunakan
sebagai alat bantu pembelajaran. Disini lah cermin bahwa guru mendefinisikan
sebagai manusia superpower karena dirinya adalah sumber belajar
sekaligus media pembelajaran satu-satunya yang tidak ada gantinya. Banyak
diantara oendidik yang tak pernah berpikir untuk membuat sendiri media
pembelajarannya. Jika 80% guru kreatif di suatu lembaga pendidikan di Indonesia
pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan media yang tersedia untuk
menyampaikan materi pembelajarannya di sekolah. Guru yang kreatifctak akan
pernah menyerah dengan keadaan, Kondis minimnya dana jusru membuat guru itu
kreatif memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berperan di dalam
kelas, seperti; Masjid, pasar, museum, lapangan olahraga, sungai, kebun, dan
lingkungan sekitar lainnya.
Namun, pada
kenyataannya sekarang ini belum semua guru yang ada di sekolah memanfaatkan sumber
belajar ini secara optimal. Masih banyak guru yang mengandalkan cara mengajar
dengan paradigm lama, dimana guru measa satu-satunya sumber belajar bagi siwa.
Inilah yang terjadi pada kebanyakan guru-guru di Indonesia. Pemanfaatan sumber
belajar lainnya dirasakan kurang. Sumber belajar yang sudah tersedia tinggal
dimanfaatkan, juga belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Padahal banyak sumber belajar yang dapat dimanfaatkan guna membanu proses pembelajarannya.
Contohnya, dalam film lascar pelangi, ibu muslimah tidak hanya sebagai pusat
sumber belajar berupa orang, tetapi juga dapat mengarahkan siswanya untuk
melihat sumber belajar yang lain, seperti langit yang kebetulan ada pelanginya,
laut yang luas, dan suasana kedaerahan dijadikan juga sumber belajar. Dan
inilah bukti guru ang menjadi motivator dan inspiratory bagi lingkungnnya.
Disamping memanfaatkan sumber belajar yang ada.
Guru dituntut untuk mencari dan merencanakan sumber belajar lainnya baik hasil
rancangan sendiri ataupun sumber yang sudah tergelar di sekeliling sekolah dan
masyarakat. Masih banyaknya guru yang kurang berminat menggunakan pembelajaran
berimplikasi pada pola pembelajaran yang monoton dan menjenuhkan.
Comments
Post a Comment